Jakarta, Anoatribun.com - Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) beberkan kasus dugaan ilegal mining yang usut pada tahun 2022, empat diantaranya telah sampai ke meha Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Direktur Aliabsi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo mengungkapkan, dari sekitar 6 (enam) kasus dugaan ilegal mining yang di usut pada tahun 2022 lalu, empat diantaranya telah sampai di meja JPU.
“Tahun 2022 ada enam kasus yang kami usut, namun baru empat kasus yang di proses sampai ke meja JPU”. Katanya nelalui siaran pers miliknya yang diterima media ini, Selasa (14/2/23).
Sedangkan dua kasus lain, lanjutnya, akan di pressure di tahun 2023 ini. Sebab dua kasus tersebut baru di usut oleh pihaknya oada akhir tahun 2022 lalu.
“Dua kasus ini memang belum sampai pada proses hukum, sebab kami baru mulai usut di akhir tahun 2022 lalu. Sehingga kami masih membutuhkan data-data pendukung untuk selanjutnya di serahkan ke APH”. Terangnya
Aktivis nasional asal Konawe Utara itu menuturkan, dalam mengusut kasus dugaan ilegal mining di Sulawesi Tenggara, pihaknya intens berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum seperti Polda Sultra dan Kejati Sultra.
“Ampuh Sultra ini merupakan mitra dari pemerintah termaksud Aparat Penegak Hukum, jadi dalam menguaut kasus-kasus dugaan ilegal mining tentu wajib untuk selalu berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum” Jelasnya
Sementara itu, saat ditanya terkait perusahaan yang telah di usut dan sudah sampai di meja Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendro menjawab, empat perusahaan yang dimaksud yakni PT. MM di Kolaka Utara, Perorangan di Pulau Maniang (Kolaka), PT. PJP di Morombo dan Perorangan di Eks PT Hafar Indotech (Mandiodo).
Lebih lanjut, pengurus DPP KNPI itu menjelaskan, pihaknya memang tidak memiliki kapasitas untuk melakukan penindakan dalam mengusut suatu kasus, namun pihaknya selalu intens berkoordinasi dan mempressure setiap kasus yang di usutnya kepada Aparat Penegak Hukum (APH) sampai dilakukan penindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi kami memang tidak punya kapasitas untuk melakukan penindakan, tetapi kami selalu intens berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum termaksud memberikan informasi dan data-data yang ada. Sehingga kasus yang kami usut tersebut bisa di tindak oleh pihak APH, baik Kepolisian maupun Kejaksaan”. Pungkasnya
Terakhir, mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta itu menyampaikan, pihaknya akan terus melakukan upaya monitoring dan mengawal penegakkan supremasi hukum di Bumi Anoa, Sulawesi Tenggara sesuai dengan moto Ampuh Sultra, Deteksi (dengar, telisik, sikat).
“Kami lahir di rahim Bumi Anoa, maka kami pastikan akan selalu ada untuk mengawal penegakan supremasi hukum di Bumi Anoa yang kita cintai ini, seperti moto lembaga kami, DETEKSI (dengar, telisik, sikat”. Tutupnya